Skip to main content

Featured Post

Membangun Generasi Emas

Mahasiswa kedokteran pasti memiliki planning ke depan akan lanjut ke mana dan sebagai apa. Kenyataannya, apabila kita bertanya ke mereka "mau lanjut spesialis apa, niih ?" Pasti kebanyakan akan menjawab obsgyn ( obstetry dan gynecology   a.k.a kebidanan dan kandungan) atau bedah atau penyakit dalam, dengan dalih uangnya paling banyak #ppfftt. Dan itu memang realita yang ada di mahasiswa kedokteran #curcol. Padahal ada satu ilmu kedokteran spesialistik yang menentukan masa depan manusia, yaitu ilmu kedokteran spesialis anak. Anak adalah suatu masa yang perlu kita jaga dengan sebaik mungkin. Apabila anak kita telantarkan, maka akan berdampak buruk untuk ke depannya. Masa anak-anak yang dimaksud di sini adalah mulai dari masa fertilisasi (pembuahan) antara sel spermatozoa  (sel jantan) dan sel ovum  (sel betina), lalu lahirlah neonatus  (bayi baru lahir), dan tumbuh berkembanglah menjadi anak-anak. Anak-anak adalah generasi emas, generasi yang akan menentu...

Menunggu: Terjadinya Pergolakan Batin

Waktu itu jam di dalam ruang operasi menunjukkan Pkl. 11.32 WIB. Di menit-menit menuju berkumandangnya adzan Dzuhur itu, lahirlah seorang anak manusia dari rahim ibundanya. Alhamdulillah bayi ini lahir dalam kondisi sehat dan normal.

Di momen itu aku sebagai koas anak (koas anak adalah mahasiswa kedokteran yang memasuki fase profesi dokter alias dokter muda yang dalam masa studinya berada pada stase atau departemen ilmu kesehatan anak) berperan selayaknya seorang dokter spesialis anak #ceileh #BerharapBangetKaliYak :D. Tentunya di situ aku berperan untuk menangani si bayi. Tapi sebelum si bayi ini keluar dari rahim ibunya, aku sempat mengalami pergejolakan dalam hati kecilku.

Yup, menunggu. Saat detik demi detik proses operasi aku hanya bisa menunggu hingga si bayi keluar. Di saat menunggu itulah aku mengalami pergejolakan batin. Ada rasa cemas dan khawatir barangkali bayi ini nanti keluar dengan kondisi tidak sehat dan tidak normal. Ada rasa suka dan bahagia apabila nanti si bayi keluar dalam kondisi normal dan sehat. Ada juga rasa sebal dan malas karena di waktu itu sudah masuk waktu istirahat, yg berarti itu waktuku untuk makan dan sholat, apalagi saat itu perutku sudah meronta-ronta untuk diberi asupan gizi :D. Serta ada rasa bosan juga, karena menantikan sesuatu yang tak kunjung datang sungguh teramat membosankan, salah satunya menanti kelahiran si bayi ini.

Setelah semua proses penanganan pada bayi selesai kulakukan, aku pun duduk di salah satu kursi recovery room (ruang pemulihan) sembari menemani si bayi yang menunggu ibunya yang masih dijahit perutnya setelah melahirkan si bayi. Saat itu aku pun mencoba merekam ulang kejadian pergolakan batin saat aku menunggu keluarnya si bayi dari perut ibunya.

Walaupun menunggu itu membosankan, bikin cemas dan khawatir, bikin suka dan bahagia, serta bikin sebal dan malas, tapi tidak seharusnya pergolakan batin semacam itu terjadi. Pasalnya, itu semua terjadi karena keterlibatan makhluq-makhluq tak kasat mata yang menghembuskan ke-was-was-an dan perasaan tidak enak lainnya ke hati manusia.

Apalagi posisi saat menunggu itu rawan dengan lamunan. Ketika lamunan itu mendera manusia, maka sudah jelas itu akan menjadi pintu masuknya para makhluq tak kasat mata yang jahat untuk membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia.

Dari fenomena tersebut sudah selayaknya ketika kita berada di posisi menunggu, entah itu menunggu terjadinya sesuatu, entah itu menunggu hadirnya seorang kawan, atau entah itu menunggu datangnya jodoh #HayoLhoh, entah apapun itu yang sedang kita tunggu, upayakan supaya tidak terdapat lamunan pada diri kita. Ketika lamunan menghampiri, maka di saat itu akan ada kesempatan bagi musuh kita untuk membombardir diri kita, yakni membombardir hati kecil kita.



Catatan: Tulisan ini dipersempahkan kepada seorang kawan yang sedang gabut alias suwung alias sedang memiliki banyak waktu luang pada tanggal 11 Juni 2019 :D

Comments

Popular Post

Bukan Surat Kaleng-Kaleng

Tanpa disengaja aku menemukan secarik kertas di tumpukan textbook-textbook kedokteran yang memenuhi ruang kamar layaknya perpustakaan. Tanpa aku sadari, ternyata secarik kertas tersebut merupakan sepucuk surat. Ya, surat yang bukan sekedar surat kaleng-kaleng. Surat tersebut aku sebut sebagai bukan surat kaleng-kaleng karena isi suratnya memang bukan kaleng-kaleng. Di dalam surat tertuliskan, "Assalamu'alaikum!! Halo Mbak Tut!!! Seneng bisa ketemu sama Mbak Tut, cantik, sholehah, pinter, dokter muda :) Mbak Tuti sayang, semoga Allah selalu meridhoi langkah dan niat-niat baik Mbak Tuti :) Aamiin* Semoga kita bisa bertemu kembali di lain waktu ya Mbak Tut cantik <3 Salam sayang, Anggi." Selepas membaca surat tersebut, memoriku pun mencoba untuk merekam kembali kejadian apa yang telah terjadi sehingga menimbulkan keberadaan surat tersebut. Ah, ternyata kejadian itu terjadi di Kota Solo tercinta, tepatnya di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (FK UNS...