Skip to main content

Featured Post

Membangun Generasi Emas

Mahasiswa kedokteran pasti memiliki planning ke depan akan lanjut ke mana dan sebagai apa. Kenyataannya, apabila kita bertanya ke mereka "mau lanjut spesialis apa, niih ?" Pasti kebanyakan akan menjawab obsgyn ( obstetry dan gynecology   a.k.a kebidanan dan kandungan) atau bedah atau penyakit dalam, dengan dalih uangnya paling banyak #ppfftt. Dan itu memang realita yang ada di mahasiswa kedokteran #curcol. Padahal ada satu ilmu kedokteran spesialistik yang menentukan masa depan manusia, yaitu ilmu kedokteran spesialis anak. Anak adalah suatu masa yang perlu kita jaga dengan sebaik mungkin. Apabila anak kita telantarkan, maka akan berdampak buruk untuk ke depannya. Masa anak-anak yang dimaksud di sini adalah mulai dari masa fertilisasi (pembuahan) antara sel spermatozoa  (sel jantan) dan sel ovum  (sel betina), lalu lahirlah neonatus  (bayi baru lahir), dan tumbuh berkembanglah menjadi anak-anak. Anak-anak adalah generasi emas, generasi yang akan menentu...

Menelisik Etika Seorang Dokter pada Kasus Setya Novanto


Sejak bulan November 2017 hingga kini bulan Januasri 2018, kasus Setya Novanto yang terlibat dalam kasus korupsi e-KTP (electronic-Kartu Tanda Penduduk) belum usai. Sosok yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar (Golongan Karya) ini, tidak hanya terlibat sendirian dalam kasus korupsi e-KTP. Berdasarkan salah satu media pemberitaan online, ada salah satu orang yang diduga melindungi tersangka Setya Novanto yang saat bulan November 2017 masih berstatus sebagai buronan. Sosok tersebut adalah dokter pemeriksa Setya Novanto ketika dirawat di RS MPH (Rumah Sakit Medika Permata Hijau) Jakarta yang bernama Bimanesh Sutarjo.

Beberapa media telah mempublikasikan tentang keterlibatan sang dokter yang ikut berupaya melindungi yakni menghalangi penyidikan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) terhadap Setya Novanto. Bentuk penghalangan penyidikan KPK yang dilakukan sang dokter adalah memanipulasi data medis untuk memasukkan Setya Novanto ke RS MPH untuk dilakukan rawat inap pasca KLL (Kecelakaan Lalu Lintas).

Sejauh ini sang dokter dijatuhi sebagai tersangka yang dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Selain itu, sang dokter juga masih dalam proses pemeriksaan oleh MKEK IDI (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia) dengan dugaan pelanggaran etik profesi.

Dalam dunia kedokteran di Indonesia dikenal adanya KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) yang dijadikan sebagai pedoman sikap, tindak, dan perilaku dokter Indonesia. Pedoman ini terdiri dari 21 Pasal yang menjelaskan tentang kewajiban dokter: secara umum, terhadap pasien, terhadap teman sejawat, dan terhadap diri sendiri.

Terdapat beberapa pasal pada KODEKI yang berhubungan dengan kasus manipulasi data medis yang dilakukan sang dokter pada kasus Setya Novanto.

Pertama adalah Pasal 1 KODEKI yang berbunyi “Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan sumpah atau janji dokter”. Biasanya seorang calon dokter yang akan menjadi dokter dan sudah siap dan layak untuk diterjunkan menjadi dokter, akan disumpah terlebih dahulu, dimana sumpah dokter ini dilakukan di depan pimpinan FK (Fakultas Kedokteran) yang bersangkutan dalam suasana khidmat. Sumpah dokter ini tidak hanya sekedar dilafalkan di lisan saja, tapi juga diyakini dalam hati seorang dokter, serta diamalkan dalam bentuk perbuatan. Ibaratnya bila ada orang yang ingin menjadi muslim, konsekuensinya tidak hanya melafalkan syahadat berupa “Asyhadu alla ilaa haillallah, wa asyhadu anna muhammadar rasulullah” secara lisan, tapi juga meyakininya dalam hati, serta mengamalkannya dalam perbuatan, dan hal ini berlaku juga untuk calon dokter yang akan menjadi dokter ketika disumpah.

Lafal sumpah dokter terdiri dari 12 poin. Pada poin ke-8 berbunyi “Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, gender, politik, kedudukan sosial dan jenis penyakit dalam menunaikan kewajiban terhadap pasien”. Politik merupakan salah satu aspek kehidupan. “Tidak terpengaruh oleh pertimbangan politik” dalam poin ke-8 ini bermaksud bahwa dokter dalam menjalankan kewajibannya terhadap pasien jangan sampai membuat keputusan yang tidak sesuai dengan kenyataan hanya karena permintaan atau desakan bahkan ancaman dari orang lain yang memiliki posisi strategis dalam pemerintahan atau hanya karena kesadaran dan keinginan sang dokter sebagai wujud dukungan atau penolakan terhadap seseorang yang sedang dicalonkan dalam suatu pemilihan. Keputusan seorang dokter dapat berupa keputusan untuk memberikan perawatan pada pasien dengan cara rawat inap atau rawat jalan, keputusan untuk menegakkan diagnosis penyakit yang diderita pasien, keputusan untuk menegakkan prognosis (prediksi ke depan suatu penyakit) pada pasien, dan keputusan untuk memberikan terapi pada penyakit yang diderita pasien.

Kedua adalah Pasal 2 KODEKI yang berbunyi “Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan profesional secara independen, dan mempertahankan perilaku profesional dalam ukuran yang tertinggi”. Pasal ini menunjukkan bahwa keputusan yang diambil seorang dokter merupakan keputusan yang berdasarkan pada standar pelayanan kedokteran yang baik, bukan berdasarkan pada campur tangan pihak-pihak tertentu.

Ketiga adalah Pasal 3 KODEKI yang berbunyi “Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi”. Pasal ini menunjukkan adanya kemandirian pada profesi dokter, dimana setiap dokter memiliki moral dan tanggungjawab untuk mencegah keinginan pasien atau pihak tertentu yang sengaja maupun tidak sengaja bermaksud menyimpangi atau melanggar hukum dan/atau etika melalui praktik/pekerjaan kedokteran.

Berdasarkan penjelasan ketiga pasal KODEKI dan salah satu poin pada lafal sumpah dokter di atas, maka dapat dikerucutkan bahwa etika seorang dokter beberapa diantaranya adalah berpedoman pada sumpah dokter dan menjaga keprofesionalitasannya dengan cara berpedoman pada standar pelayanan kedokteran yang baik dan mandiri dalam berprofesi sebagai seorang dokter. Dan para mahasiswa kedokteran perlu tahu tentang hal ini, karena etika seorang dokter merupakan landasan utama ketika dokter menjalankan profesinya.

Lalu, apakah sang dokter pada kasus Setya Novanto melanggar etik profesi? 



Referensi:
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Kode Etik Kedokteran Indonesia. 2012.
Siti Moetmainnah Prihadi , dr. Materi Pembekalan “KODEKI” Blok 1. Semarang: FK Unimus; 2013.
http://www.khittah.co/dokter-dan-mantan-kuasa-hukum-sn-tersangka-ketua-dpp-imm-manipulasi-kasus-sn-mulai-terbongkar/9992/. Diakses pada 23 Januari 2018.
https://www.liputan6.com/news/read/3222554/dokter-setya-novanto-sempat-diperiksa-idi-apa-hasilnya. Diakses pada 23 Januari 2018.
http://nasional.kompas.com/read/2018/01/22/10535891/kasus-halangi-penyidikan-kpk-periksa-dokter-dan-dirut-rumah-sakit. Diakses pada 23 Januari 2018.

Comments

Popular Post

Bukan Surat Kaleng-Kaleng

Tanpa disengaja aku menemukan secarik kertas di tumpukan textbook-textbook kedokteran yang memenuhi ruang kamar layaknya perpustakaan. Tanpa aku sadari, ternyata secarik kertas tersebut merupakan sepucuk surat. Ya, surat yang bukan sekedar surat kaleng-kaleng. Surat tersebut aku sebut sebagai bukan surat kaleng-kaleng karena isi suratnya memang bukan kaleng-kaleng. Di dalam surat tertuliskan, "Assalamu'alaikum!! Halo Mbak Tut!!! Seneng bisa ketemu sama Mbak Tut, cantik, sholehah, pinter, dokter muda :) Mbak Tuti sayang, semoga Allah selalu meridhoi langkah dan niat-niat baik Mbak Tuti :) Aamiin* Semoga kita bisa bertemu kembali di lain waktu ya Mbak Tut cantik <3 Salam sayang, Anggi." Selepas membaca surat tersebut, memoriku pun mencoba untuk merekam kembali kejadian apa yang telah terjadi sehingga menimbulkan keberadaan surat tersebut. Ah, ternyata kejadian itu terjadi di Kota Solo tercinta, tepatnya di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (FK UNS...