Skip to main content

Featured Post

Membangun Generasi Emas

Mahasiswa kedokteran pasti memiliki planning ke depan akan lanjut ke mana dan sebagai apa. Kenyataannya, apabila kita bertanya ke mereka "mau lanjut spesialis apa, niih ?" Pasti kebanyakan akan menjawab obsgyn ( obstetry dan gynecology   a.k.a kebidanan dan kandungan) atau bedah atau penyakit dalam, dengan dalih uangnya paling banyak #ppfftt. Dan itu memang realita yang ada di mahasiswa kedokteran #curcol. Padahal ada satu ilmu kedokteran spesialistik yang menentukan masa depan manusia, yaitu ilmu kedokteran spesialis anak. Anak adalah suatu masa yang perlu kita jaga dengan sebaik mungkin. Apabila anak kita telantarkan, maka akan berdampak buruk untuk ke depannya. Masa anak-anak yang dimaksud di sini adalah mulai dari masa fertilisasi (pembuahan) antara sel spermatozoa  (sel jantan) dan sel ovum  (sel betina), lalu lahirlah neonatus  (bayi baru lahir), dan tumbuh berkembanglah menjadi anak-anak. Anak-anak adalah generasi emas, generasi yang akan menentu...

Batin Dimas



Terlihat seorang wanita renta duduk di atas tikar sedang menata jajanan pasar di atas nampan. Terdapat beranekaragam jajanan pasar di atas nampan yang terdiri dari gethuk, lupis, lemper, arem-arem, dan cenil. Raut wajah sang wanita renta tersebut tampak lelah dan memikirkan beban hidup yang berat.

Seorang pemuda menghampiri si wanita renta tersebut untuk membantu menata jajanan pasar, dan duduk di depan si wanita renta. Pemuda ini bernama Dimas, dan dia tampak bimbang, antara ya atau tidak untuk menyampaikan isi hatinya kepada si wanita renta.

‘Baiknya, ini aku sampaikan gak ya?’, batin Dimas dalam hatinya.

“Ada apa, Nak? Kok mukamu kusut gitu?”, tanya si wanita renta.

“Mmmhhh... Aku diterima di Undip nih, Nek..”, ucap Dimas kepada si wanita renta yang ternyata adalah neneknya.

“Waah, alhamdulillah. Tapi nenek ndak punya uang iik”, jawab Nenek sambil menunjukkan wajah murungnya.

“Nanti Dimas nyari uang sendiri, Nek..”, ucap Dimas sambil menunjukkan ketegarannya terhadap nasib hidupnya.

***

Pagi telah hadir dan sinar mentari mulai menyinari. Jalan setapak di desa terlihat sepi. Hanya ada anak ayam yang berkeliaran di jalan. Terlihat Dimas sedang berjalan sambil membawa nampan yang berisikan jajanan pasar, yang akan dia titipkan ke warung di sekitar. Tiba-tiba Dimas berpapasan dengan pamannya, kemudian Dimas menyalami pamannya.

“Assalamu'alaikum, Paman..”, ucap Dimas kepada pamannya.

“Wa'alaikumussalam, Dimas. Mau ke mana?”, tanya Paman.

“Mau ke warung, mau nitipin jajanan buatan nenek.”, jawab Dimas. 

‘Apa aku kasih tahu Paman aja ya, kalo aku lagi butuh uang buat kuliah..?’, batin Dimas dalam hati.

“Ehh, jangan melamun (sambil menepuk bahu Dimas)! Kamu lagi melamun cewekmu ya?”, timpal Paman sambil mengejek.

“Enggak kok, Paman. Gini lho, aku kan diterima kuliah di Undip. Tapi, aku dan nenek gak ada uang buat bayar. Menurut Paman aku harus gimana?”, tanya Dimas pada Paman demi mendapatkan sebuah solusi.

‘Apa ni anak aku suruh jadi bartender ya?’, batin Paman dalam hati.

“Aku punya kerjaan buat kamu, Mas. Itu kalo kamu mau siih?”, usul Paman sambil nyengir kuda.

“Iya, Paman, mau banget..” jawab Dimas sambil kegirangan.

“Sini aku bisikkan Dimas..”, ujar Paman sambil mendekatkan kepalanya ke kepala Dimas.

Paman pun membisiki telinga kanan Dimas. Dimas pun kaget.

“Wah, parah Paman. Itu kan haram!”, bentak Dimas kepada Paman.

“Itu satu-satunya cara dapet uang dengan cepat, Mas”, jelas Paman.

***

Keramaian jalanan mulai mengusik telinga para pejalan kaki, termasuk juga bagi Dimas yang sedang berjalan menuju kampus. Terpampang nyata tulisan "Universitas Diponegoro" dengan patung kudanya yang ditunggangi oleh Pangeran Diponegoro.

Dimas mengikuti kegiatan perkuliahan di dalam ruang kuliah. Lalu, Dimas keluar menuju kantin, dan bertemu dengan kawan-kawannya.

“Hey, bro.. Gimana tadi di kelas?”, tanya Ujang kepada Dimas.

“Seisi kelas pecah, Jang! Kamu siih gak ikut kelas, jadi ketinggalan kaan..”, jawab Dimas.

“Pecah gimana maksudmu, Mas? Ada barang pecah?”, tanya Ujang lagi.

“Hahahahahahahahahahaaa..”, semuanya menertawakan Ujang.

Dan Ujang hanya bisa tersipu malu.

“Makanya, besok-besok jangan mbolos kelas lagi, Jang! Biar gak ketinggalan update-an kelas.. Wooooo”, timpal Dimas.

***

Terlihat setapak jalan dipenuhi dengan lumut di pinggirnya. Terlihat juga sosok pemuda dan pria paruh baya sedang bercengkrama.

“Ya, boleh, deh. Terima kasih, Paman.”, ucap Dimas sambil menjabat tangan Paman.

“Ya, besok langsung ke tempat ya..”, jawab Paman sambil meraih jabatan tangan Dimas.

***

Terdengar keras bunyi EDM (Electronic Dance Music) yang bernada up beat. Orang-orang menikmati dentuman musik sambil bergoyang dengan pasangannya. Beberapa yang lain menikmati tegukan minuman memabukkan yang disediakan oleh diskotik.

Terlihat langkah kaki Dimas melewati lantai dansa dan menghampiri meja bar.

Dimas mulai menuangkan minuman beralkohol ke gelas-gelas yang berjejeran di meja.

Cocktail, satu, ya!”, pinta salah satu pelanggan kepada Dimas. 

“Siap.”, jawab Dimas sambil menyodorkan segelas cocktail.

***

Terlihat sebuah ruang tamu yang beralaskan tanah berdinding anyaman bambu tanpa perabot rumah dengan penerangan yang bersumber dari lampu minyak. Hanya ada satu lembar tikar yang menyelimuti tanah.

Tiba-tiba terdengar suara dari luar pintu, “Assalamu'alaikum..”.

“Wa'alaikumussalam..”, jawab Dimas dari dalam rumah.

Dimas berjalan ke arah pintu untuk membukakan pintu, dan menyuruh tamu yang ternyata adalah pamannya untuk masuk.

“Silahkan duduk, Paman.”, ucap Dimas.

Paman duduk bersila di atas tikar. Dimas ikut duduk bersila menghadap Paman.

“Ini gajimu selama kamu kerja di diskotik, Dimas.”, ungkap Paman sambil menyerahkan amplop coklat yang berisikan uang kepada Dimas.

Dimas menerima amplop coklat dari Paman, dan membukanya. Terdapat berlembar-lembar uang seratusribuan dari dalam amplop. Dimas pun tersenyum.

Tiba-tiba muncullah sang wanita renta di ruang tamu. Si wanita renta pun terperanjat saat melihat setumpuk uang di tangan Dimas.

“Dari mana kamu dapat uang itu, Dimas?,” telisik nenek sambil curiga.

“Ini.. ini.. ini.. Ini hasil kerja Dimas, Nek..”, jawab Dimas sambil gugup.

“Kamu kerja di mana? Sejak kapan kerja? Kok gak pernah cerita ke Nenek?, tanya nenek sambil menginterogasi.

‘Duh, kasih tahu gak ya? Nenek kan udah ngrawat aku dari kecil. Apa aku jujur saja ya?”, batin Dimas dalam hatinya.

Untuk beberapa saat suasana di ruang tamu sunyi. Hanya terdengar suara katak dari luar karena di luar memang baru saja hujan reda.

“Sebenarnya selama ini Dimas kerja di diskotik, Nek..”, ungkap Dimas sambil ragu-ragu.

Mendengar jawaban Dimas, Nenek menitikkan air mata.

“Ngapain kamu nangis, Nek!” bentak Paman kepada nenek dan sambil mendorong bahu Nenek.

Toh kamu gak bisa bayarin Dimas kuliah kan? Jadi, apa salahnya Dimas kerja di diskotik!”, bentak Paman lagi.

Dengan raut muka penuh kesedihan, nenek hanya bisa menangis tanpa berucap satu kata pun. Dimas pun menghampiri dan memeluk neneknya.

Sedangkan Paman buru-buru meninggalkan mereka tanpa mengucap satu kata pun.

Malam itu merupakan malam yang penuh dengan pergolakan batin bagi Dimas. Pasalnya dia masih bimbang, apa yang akan dia lakukan selanjutnya.

Apakah dia akan berhenti dari pekerjannya sebagai bartender?

Apakah dia akan putus kuliah?

Dan apakah hubungannya dengan si nenek masih seharmonis seperti sedia kala? 



Ditulis pada 28 Mei 2016 bersama kelompok kecil di Moslem Excellent School: Script Writing Training yang diselenggarakan oleh FKMM FISIP Undip.
Disempurnakan pada 27 Oktober 2017.

Comments

Popular Post

Bukan Surat Kaleng-Kaleng

Tanpa disengaja aku menemukan secarik kertas di tumpukan textbook-textbook kedokteran yang memenuhi ruang kamar layaknya perpustakaan. Tanpa aku sadari, ternyata secarik kertas tersebut merupakan sepucuk surat. Ya, surat yang bukan sekedar surat kaleng-kaleng. Surat tersebut aku sebut sebagai bukan surat kaleng-kaleng karena isi suratnya memang bukan kaleng-kaleng. Di dalam surat tertuliskan, "Assalamu'alaikum!! Halo Mbak Tut!!! Seneng bisa ketemu sama Mbak Tut, cantik, sholehah, pinter, dokter muda :) Mbak Tuti sayang, semoga Allah selalu meridhoi langkah dan niat-niat baik Mbak Tuti :) Aamiin* Semoga kita bisa bertemu kembali di lain waktu ya Mbak Tut cantik <3 Salam sayang, Anggi." Selepas membaca surat tersebut, memoriku pun mencoba untuk merekam kembali kejadian apa yang telah terjadi sehingga menimbulkan keberadaan surat tersebut. Ah, ternyata kejadian itu terjadi di Kota Solo tercinta, tepatnya di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (FK UNS...